Kuningan, 09 April 2013
No. 10/IV/2013/Kng.
Kepada Yth. :
Ketua Komisi Yudicial R I.
Di Jakarta.
Perihal:
MOHON DIPERIKSA PROSES HUKUM-NYA, ATAS KEBIJAKAN PENGADILAN NEGERI KAB. KUNINGAN MENGELUARKAN
SURAT PERINTAH PENGOSONGAN ATAS RUMAH KAMI,
NOMOR: 01/ Pdt. Eks/2012/PN Kng.
Dengan
hormat,
Yang
bertanda tangan di bawah ini Saya ERNA LESMANAWATI, pekerjaan Ibu
Rumahtangga, beralamat di dusun III Blok Babakan Rt.01, Rw.03 Desa
Kertawangunan, Kec. Sindang Agung, Kabupaten Kuningan Jawa barat. Demi keadilan
dan rasa keadilan masyarakat, mohon kepada Bapak Ketua Komisi Yudicial Republik
Indonesia:
Dapatlah
kiranya Bapak / Ibu di Komisi Yudicial (KY) memeriksa kebijakan Pengadilan
Negeri Kabupaten Kuningan, yang tanpa ada kejelasan proses hukumnya telah
mengeluarkan surat RISALAH PEMBERITAHUAN EKSEKUSI PENGOSONGAN. Atas rumah
kami, Nomor : 01/Pdt. Eks/2012/PN
Kng.
“…Sungguh hal ini membuat kami sekeluarga stress dan panic serta tidak
tahu apa yang mesti kami lakukan, karena ternyata pengadilan sendiri yang kami
anggap sebagai tempat bagi masyarakat mencari keadilan, akan tetapi apabila
seperti ini keadaannya, kami rasakan tidak lebih hanya menjadi kepanjangan tangan
dari BANK BPR ARTHIA SERE CIREBON saja untuk
melegalkan perampasan yang dilakukannya atas asset nasabah yang dianggapnya
macet…”
Adapun
kronologis dari permasalahannya dapat kami sampaikan sebagai berikut:
Bahwa pada tanggal 26 April 2010. Kami mendapat pasilitas kridit dari BPR ARTHIA SERE Kab. Kuningan sebesar
Rp.70.000.000,- dengan tenor 4 tahun. lima bulan pertama kami lancar
mengangsur, dan kesininya mulai tersendat karena situasi usaha kami mengalami
kesulitan.
Bahwa pada tanggal 09 Mei 2012. Kami mendapat surat pemberitahuan lelang dari BPR
ARTHIA SERE Cab. Cirebon, yang mendasarkan pada surat penetapan lelang dari
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Cirebon tertanggal 07 Mei 2012.
Bahwa pelelangan
atas rumah kami akan dilaksanakan Hari
Jum’at tanggal 08 Juni 2012. Dan
benar dilaksanakan, jadi nampak sekali jika proses lelang tersebut mengejar target satu Bulan.( 07 Mei
s/d 08 Juni 2013 ) Kemudian pada tanggal
18 Juni 2012, kami mendapat surat pemberitahuan dari BPR ARTHIA SERE Cab.
Cirebon, bahwa atas rumah kami sudah dilelang dengan hasil lelang Rp. 189.000.100,- yang pemenangnya adalah Sdr. EGY TRIYANA, (KARYAWAN BPR ARTHIA SERE SENDIRI…)
Bahwa ketika
mendapat pemberitahuan akan dilelang, kami berusaha akan menjual sendiri rumah
kami, dan ada yang mau membeli seharga Rp. 300.000.000,-dengan memberikan Dp sebasar Rp. 40.000.000,- terlebih
dahulu, hal ini kami sampaikan kepada pihak BPR ARTHIA SERE, akan tetapi tidak
mau menerima dan harus dilunasi sekaligus saja… Rp. 80.000.000,-
Bahwa pada tanggal
15 Agustus 2012 kami dipanggil untuk menghadap ketua Pengadilan Negeri Kab. Kuningan pada Hari
Kamis tanggal 30 Agustus 2012, pukul 09.00 WIB, untuk ditegur
agar termohon eksekusi dalam tenggang waktu 8 (delapan) hari sejak
ditegur, guna menyerahkan tanah berikut bangunan rumah tinggal yang telah
dilelang tersebut kepada pemohon eksekusi.
Bahwa bukankah
ada penetapan Mahkamah Agung yang menetapkan, bahwa terhadap setiap perkara
perdata harus dilakukan upaya mediasi terlebih dahulu dalam tenggang waktu
tertentu…? Akan tetapi terhadap
kami, hakim pengadilan Negeri Kabupaten Kuningan tidak mengupayakan sama
sekali adanya mediasi antara kami selaku termohon eksekusi dengan Sdr. Egi
Triyana selaku pemohon eksekusi. Karena kami tidak pernah dipertemukan dengan
Sdr. Egi Triyana selaku pemohon Eksekusi… mudah-mudahan saja hal tersebut tidak
menimbulkan image bagi masyarakat bahwa pengadilan Negeri Kab. Kuningan menjadi
kepanjangan tangan dari BANK ARTHIA SERE saja untuk melegalkan upaya mereka
dalam menguasai asset-asset nasabahnya yang dianggap macet.
Bahwa karena kami
sudah dipanggil oleh Pengadilan Negeri Kab. Kuningan, dan kami khawatir dianggap melalaikan
panggilan dimaksud maka pada tanggal 12
September 2012 kami menyampaikan gugatan ke Pengadilan Negeri Kab.
Kuningan, dengan tergugat I. BPR ARTHIA SERE Cirebon, tergugat II KPKNL Cirebon
dan tergugat III Sdr. EGY TRIYANA Karyawan BPR ARTHIA SERE selaku pemenang
lelang… karena kami melihat jelas adanya indikasi persekongkolan jahat, antara
BPR ARTHIA SERE dengan pihak KPKNL Cirebon, dan atas gugatan yang kami sampaikan tersebut
dilampiri oleh surat keterangan tidak
mampu dari Desa setempat untuk meminta berperkara secara Cuma-Cuma. Akan tetapi sama sekali tidak ditanggapi oleh
pihak pengadilan Negeri Kab. Kuningan.
Bahwa hal serupa,
yaitu perlakuan yang kami rasakan tidak adil, juga dilakukan oleh pihak KPKNL
Cirebon. Sampai rumah kami dilelang kami hanya menerima satu surat saja yaitu
pemberitahuan lelang No. 191/WKN.08/KNL.06/2012 tertanggal 11 Mei 2012
bahwa atas rumah kami akan dilakukan pelelangan pada Hari Jum’at, 08 Juni 2012.
Pukul 10.00 WIB s/d selesai. Bertempat di KPKNL Cirebon, Jl. Dr. Wahidin
Sudirohusodo N0. 48 Cirebon.
Tenggangnya
waktunya hanya satu Bulan, dan sama sekali tidak ada upaya mediasi, karenanya
adalah tidak salah pula jika kami menganggap KPKNL Cirebon juga tidak lebih
hanya kepanjangan tangan saja dari BANK ARTHIA SERE Cirebon.
Bahwa kami juga
sudah mengirim surat kepada KOMNAS HAM RI,
Kemudian dari pihak Komnas HAM mengirim surat Nomor, 2- 184/K/PMT/X/2012. kepada Kepala Kanwil VIII Bandung Dirjen Kekayaan Negara, yang tebusannya
disampaikan kepada; 1. Ketua Komnas HAM, 2. Gubernur BI, 3. Menteri Keuangan
RI, 4. Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu dan 5. Tembusannya disampaikan kepada
kami. Yang intinya: meminta klaripikasi
terkait dengan pengaduan kami, dan jika
terjadi penyimpangan agar segera dilakukan pemeriksaaan, serta memberikan
tanggapan selambat-lambatnya 30 Hari kerja sejak diterimanya surat, dengan
mencantumkan Nomor agenda pengaduan
yaitu Nomor: 80. 035..( untuk
mempermudah memeriksa pengaduan ). Akan tetapi sama sekali tidak ada
konfirmasi dengan kami, mungkin dari Kakanwil VIII Bandung Dirjen Kekayaan
Negara datangnya hanya kepada pihak BPR
ARTHIA SERE saja…
Bahwa kemudian ada
yang mau beli lagi rumah kami, dan
sepakat dengan harga Rp. 300.000.000,-
asal minta photo copy sertipikatnya saja dulu, dan kemudian kami berusaha meminta photo copy
sertifikatnya baik kepada pihak Bank-nya maupun ke Pengadilan, akan tetapi
tidak dapat… disini kami melihat indikasi adanya itikad tidak baik dari pihak BANK
BPR ARTHIA SERE.
Bahwa pada tanggal 19 Maret 2013. Kami menerima surat dari pengadilan Negeri Kab. Kuningan, perihal: RISALAH PEMBERITAHUAN EKSEKUSI PENGOSONGAN.
Yang akan dilaksanakan pada Hari Rabu, tanggal 24 April 2013. Kami masyarakat kecil dan awan,
sungguh hal ini kami rasakan sebagai memperkosa hak-hak dan rasa keadilan kami,
yang membuat kami sekeluarga panik dan
stress… sebetulnya kami tahu apabila
semua yang mereka lakukan kepada keluarga kami ini adalah suatu kezoliman dan
kami melihat jelas indikasi adanya persekongkolan jahat dari mereka yang punya
power dan kewenangan untuk merampas hak-hak kami, akan tetapi kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan dan kepada siapa
kami harus mengadu, sementara Pengadilan Negeri Kabupaten Kuningan yang seharusnya bisa
menjadi tempat masyarakat mencari keadilan, malah sepertinya menjadi
kepanjangan tangan dari pihak BANK ARTHIA SERE saja…
Bahwa jika
praktek-praktek perbank-kan seperti yang dilakukan oleh BANK ARHIA SERE, yaitu
mengambil keuntungan dari Bunga Bank, dan dari pembelian/ lelang rumah-rumah
nasabah yang dianggap macet dengan harga yang diluar kewajaran sudah dianggap
suatu hal yang lumrah, jika masyarakat merasa semakin tidak berdaya terhadap
kesewenang-wenangan dan ketidak adilan, jika msyarakat sudah tidak percaya lagi
pada sistim yang berlaku, maka dengan kondisi seperti ini kami tidak tahu akan
seperti apa jadinya Negeri ini…
Menadasarkan kepada
hal-hal yang telah kami sampaikan kepada Bapak Ketua Komisi Yudicial ( KY )
sebagaimana tersebut diatas, maka kami mohon kepada Bapak/ Ibu di Komisi
Yudicial Republik Indonesia, agar dapatlah kiranya :
1.
Memeriksa kebijakan Pengadilan Negeri Kabupaten Kuningan yang
telah mengeluarkan surat RISALAH PEMBERITAHUAN EKSEKUSI PENGOSONGAN atas rumah kami,
Nomor : 01/ Pdt. Eks/2012/ PN Kng. karena dengan kebijakan ini-pun kami melihat
keanehan-keanehan, yang antara lain:
·
Ketika mendapat panggilan dari Pengadilan Negeri Kab. Kuningan, kami
datang menghadap, dengan harapan akan ada upaya mediasi dari para pihak dengan pihak
Pengadilan sendiri diharapkan sebagai mediator yang akan menjembatani permasalahan antara kami
dengan pihak BANK BPR ARTHIA SERE sehingga akan ada solusi yang baik bagi para
pihak.
·
Akan tetapi ternyata tidak ada upaya mediasi, dan kami hanya menerima
masukan-masukan dari pihak Pengadilan Saja, tanpa dipertemukan dengan Sdr. Egy
Triyana-nya selaku pemenang lelang… kami
bertanya-tanya dalam bathin… mengapa tidak bisa dipertemukan dengan Sdr. Egy
Triyana-nya…? Akhirnya pertanyaan tersebut terjawab juga… ternyata pemenang lelang itu
adalah Sdr. Egy Triyana yang adalah Orang Bank Arthia Sere sendiri itulah
rupanya yang ,membuat mereka merasa “
ewuh pakewuh “ untuk mempertemukan kami dengan Sdr. Egy Triyana… sehingga jelas
sulit untuk bisa ada titik temu, atas hal ini kami rasakan sangat tidak adil
dan sepihak.
·
Kemudian karena kami khawatir dianggap mengabaikan teguran dari pihak
pengadilan, maka kami menyampaikan gugatan ke Pengadilan Negeri Kab. Kuningan dengan
tergugat 1. BPR ARTHIA SERE CIREBON, 2. KPKNL CIREBON dan 3. SDR. EGY TRIYANA
pemenang lelang (yang belakangan diketahui sebagai pemenang lelang).
Gugatan dilampiri dengan surat keterangan tidak mampu
dari desa, untuk dapat berperkara secara Cuma-Cuma. Karena caranya dianggap
salah, gugatan kami tidak diterima, akan tetapi karena tenggang waktu yang
diberikan adalah terakhir, maka gugatan tetap kami kirimkan melalui TIKI dan
dapat diterima oleh pihak Pengadilan pada Hari itu juga.
·
Akan tetapi atas gugatan Saya diabaikan saja oleh pihak pengadilan,
karena dinilai caranya salah, namun
bukankah Pengadilan harus memeriksa setiap perkara yang masuk ?
Beberapa Orang ada yang akan membeli rumah kami dengan harga yang layak, akan tetapi pihak BPR
ARTHIA SERE tidak mau kooperatif dan pihak pengadilanpun tidak sungguh-sungguh mempasilitasi
untuk adanya mediasi yang baik, sehingga terkesan seperti hanya menjadi
kepanjangan tangan dari pihak BANK BPR ARTHIA SERE saja, seperti halnya juga
dengan KPKNL Cirebon…
2.
Menangguhkan / menghentikan pelaksanaan eksekusi
pengosongan rumah kami yang akan dilaksanakan pada tanggal 24 April 2013.
Sampai ada putusan dari Komisi Yudicial
( KY ).
3.
Memeberikan solusi terbaik yang tidak saling merugikan bagi para pihak,
sesuai dengan kesanggupan kami;
3.1. Rumah dijual bersama, dan kami akan bisa memenuhi
kewajiban kepada pihak BANK BPR ARTHIA
SERE, serta kami juga tidak merasa
terdzolimi…
3.2. Kami masih bisa dan sanggup untuk mengangsur Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah ) per- Bulan.
Jika dengan kedua opsi yang kami sampaikan tidak dapat
diterima, maka jelas hal tersebut merupakan indikasi bahwa mereka memang
beritikad tidak baik, dan jika hal
demikian dianggap lumrah, maka korban-korbannya kami yakin bukan hanya keluarga
kami saja…
Bapak Ketua Komisi
Yudicial yang terhormat, Kami hami hanyalah masyakat kecil yang tidak berdaya
untuk berhadapan dengan mereka yang punya power dan kekuasaan, apapun
argumentasi dan keluhan kami tidak akan berarti apa-apa bagi mereka yang karena
kerakusan-nya sehingga telah menutup mata hati mereka, dan mereka tidak akan ada
empaaty sama sekali terhadap orang lain… mereka telah lupa bahwa setiap yang hidup pasti akan mati, bahwa jabatan adalah
amanah yang akan dimintai pertanggung
jawabkannya di mahkamah Yang Maha Adil… dipengadilan akhirat…
Kami hanya
melaksanakan kewajiban untuk ber-ikhtiar, selebihnya kami serahkan kepada Yang
Maha Segalanya…
Kuningan, 05 April
2013
Hormat kami,
ERNA LESMANAWATI.
Jl. RE. Martadinata No.
64
Desa Sindang agung
Kab. Kuningan Jawa
barat.
walaupun pembelian lelang oleh orang dalam tidak etis, tp hal tsb dibenarkan eh uu, dan semua tindakan pihak pn sdh benar, mediasi hanya utk gugatan, sedangkan pn hanya memeriksa permohonan eksekusi dr pemenang lelang, sebaiknya ibu berkonsultasi dgn orang yg benar2 mengerti hukum acara
BalasHapusIdem sama komen di atas, jgn cuma mau enaknya sendiri kali seperti itu caranya bukan sampeyan yang terzolimi tp justru pemenang lelangnya yg dizolimi
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSudah macet hampir 2 tahun ?, trus menganggap diri kooperatif ?, ya wajarlha rumah jaminan di lelang, makanya kalau berani menerima pinjaman hutang harus dengan sepenuh jiwa dan raga di perhatikan dan di hormati , coba dipikir apa itu bpr ngak pusing dan sakit hati karena hampir 2 tahun nunggak ?, selama 2 tahun tsb kenapa tidak berupaya menjual sendiri ?, kenapa waktu udah mau di lelang baru seperti cacing kepanasan ?, pikir sendiri ?
BalasHapusSudah macet hampir 2 tahun ?, trus menganggap diri kooperatif ?, ya wajarlha rumah jaminan di lelang, makanya kalau berani menerima pinjaman hutang harus dengan sepenuh jiwa dan raga di perhatikan dan di hormati , coba dipikir apa itu bpr ngak pusing dan sakit hati karena hampir 2 tahun nunggak ?, selama 2 tahun tsb kenapa tidak berupaya menjual sendiri ?, kenapa waktu udah mau di lelang baru seperti cacing kepanasan ?, pikir sendiri ?
BalasHapusSaya mengalami hal yg kurang lebih sama dgn ibu, bahkan lbh parah
BalasHapusKredit macet hanya 2 bulan, bulan ke 3 msh ada pembayaran, pd akhir bulan ke 3 itu jg rumah sy di lelang tanpa sepengetahuan sy, dn sudah balik nama pemenang lelang..
Dgn taksiran nilai aset 1M.
Dari cerita pengalaman ibu jg, sy menyimpulkan bahwa misi BPR skrg mengincar aset nasabah, bukan lg lembaga yg menyalurkan kredit.
Kami korban, kami tidak menjual rumah kpd BPR, tidak ada kewajaran dr cara mereka melelang aset kami! Pikir sendiri!
Kl boleh bertanya kpd ibu Erna, bgmn perkembangn kasus ibu saat ini?? Krn kami sekeluarga masih bingung utk menghadapi mereka..
Resiko bro, gak mbayar yo hilang jamina n
BalasHapusidem @rofid @herman setiawan, itikad baik hrsny d lakukan sebelum kredit ibu macet, aturan hkm sdh jelas.
BalasHapusSebelum melakukan Pinjaman harusnya mengerti resikonya dulu akan kehilangan unit kalau kita unprestasi. tenggang waktu yg diberikan BPR tersebut sudah cukup lama loh hampir 2 tahun. seharusnya bu Erna sudah mencari solusi sebelum BPR mencapai proses pelelangan. kalau setelah lelang baru mencari keadilan, itu sama saja mencari pembenaran diri.. semua tindakan ada resikonya.
BalasHapustergantung apa yang di perjanjikan antara kedua bela pihak... jangan buat asumsi sendiri... coba konfir sama pengacara... jumpain pak hotman paris di kopi joni saya yakin ada solusi...
BalasHapus