Searching...

01.20
0

Kuningan, 09 April 2013

No. 10/IV/2013/Kng.
Lampiran: 1(satu) bundel. 

Kepada Yth. :
Ketua Komisi Yudisial R I.
Di Jakarta.   

Perihal:
MOHON PEMERIKSAAN ATAS KEBIJAKAN MAJELIS HAKIM PENGADILAN NEGERI
KAB. KUNINGAN,  YANG MENGABULKAN PERMOHONAN “PUTUSAN SELA”
DALAM PERKARA PIDANA NOMOR : 06/Pid.B/2013/PN Kng

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan dibawah ini Saya TOTONG HERIAWAN, beralamat di Lingkungan Wage Rt. 07 Rw.03 Kelurahan Purwawinangun Kec./Kabupaten Kuningan. Perkerjaan Wiraswasta, tempat/tanggal Lahir, Kuningan, 04 Juni 1952. Menyampaikan kepada Ketua Komisi Yudicial yang terhormat, demi tegaknya hukum dan keadilan, dan demi adanya kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan, dapatlah kiranya memeriksa ‘ Putusan sela ‘ yang diputuskan oleh Majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kuningan Jawa barat.
Yang majelis hakim tersebut antara lain terdiri dari: ZENI ZENAL MUTAQIN,SH. Sebagai hakim ketua, RATNA DIANING WULANSARI,SH. Sebagai hakim anggota dan ARYANIEK ANDAYANI,SH.MH. sebagai hakim anggota,  dalam kasus Pidana Nomor: 06/ Pid. B/ 2013/ PN Kng. Yang amar putusannya  antara lain sebagai berikut:

“…bahwa obyek gugatan dengan dasar perjanjian kontrak kerja adalah sama dengan obyek pada pokok dakwaan jaksa penuntuk umum. Maka majelis menganggap bahwa perkara terdakwa lebih tepat termasuk dalam ranah/ruang lingkup  hukum perdata dan harus diselesaikan secara perdata….”

Dan  permohonan pemeriksaan atas putusan sela ini  Saya  sampaikan  dalam dua bagian, yang antara lain:

A.       Kronologi Kasus
B.       Proses hukum yang saya alami dan telah saya tempuh.

A.       KRONOLOGI KASUS

1.     Bahwa bermula dari adanya proyek pembangunan ruko Ancaran pada sekira tahun 1996 dari PEMERINTAHAN DESA ANCARAN yang dikelola oleh KUD HARAPAN TANI Desa Ancaran, bekerja sama sama dengan PT MULTI TELEKINDO – Cirebon (TN. CHEPPY SYAIPUDIN) sebagai Pihak Pengembangnya.

2.     Bahwa singkat cerita, menurut Pihak KUD dan PEMERINTAHAN DESA ANCARAN , setelah PT MULTI TELEKINDO membangun pondasi, ternyata Pihak PT MULTI TELEKINDO     (TN. CHEPPY SYAIPUDIN)  pada tahun 1998  berhenti melakukan pembangunan karena alasan bahwa PT MULTI TELEKINDO mengalami imbas krisis moneter 1998.

3.     Bahwa atas asset berupa pondasi pembangunan yang telah dilakukannya, PT MULTI TELEKINDO meminta ganti kerugian kepada Pihak KUD HARAPAN TANI dan atau PIHAK PEMERINTAHAN DESA ANCARAN.

4.     Bahw pihak Pemerintahan Desa Ancaran dan  KUD HARAPAN TANI merasa kewalahan untuk dapat memenuhi permintaan ganti kerugian dari PT MULTI TELEKINDO.

5.     Bahwa atas kondisi yang dialami oleh Pihak KUD HARAPAN TANI dan PEMERINTAHAN DESA ANCARAN tersebut, kemudian Saya sempat ketemu dan ngobrol-ngobrol soal ruko Ancaran yang terbengkalai dengan TN. USMAN EFENDI dan juga beberapa Pengurus KUD HARAPAN TANI; dan mengemukakan persoalan yang dihadapi.
Bahwa kebetulan, saya memang telah kenal dengan TN USMAN EFENDI dan juga beberapa pengurus KUD HARAPAN TANI tersebut.

6.     Bahwa inti dari pembicaraan yang saya lakukan dengan Pihak TN. USMAN EFENDI serta Para Pengurus KUD dan PIHAK PEMERINTAHAN DESA ANCARAN pada waktu itu,  adalah bagaimana proyek pembangunan ruko Ancaran bisa berjalan lagi, sekaligus persoalan KUD HARAPAN TANI dan PEMERINTAHAN DESA ANCARAN dengan PIHAK PT MULTI TELEKINDO dapat teratasi.

7.     Bahw atas segala pandangan, perhitungan-perhitungan dan keberadaan saya yang saya sampaikan kepada TN. USMAN EFENDI, PIHAK KUD HARAPAN TANI dan PIHAK PEMERINTAHAN DESA ANCARAN, terjadilah kesepakatan secara LISAN antara saya dengan Pihak mereka; yang pada pokoknya SAYA diminta dapat menggantikan posisi TN CHEPPY SYAIPUDIN (PT MULTI TELEKINDO) selaku Pengembang sekaligus mengatasi persoalan TN CHEPPY SYAIPUDIN dengan Pihak KUD HARAPAN TANI dan PEMERINTAHAN DESA ANCARAN, dan saya diberi HAK PENGELOLAAN ATAS AREA PEMBANGUNAN RUKO SAMPAI DENGAN TAHUN 2026.

8.     Bahwa dari adanya kesepakatan lisan tersebut, diteruskanlah ke kesepakatan tertulis yang dituangkan di AKTA NOTARIS NO. 19 pada tgl. 20-6-2001, notaris MARY MARLIA, SH; Yang ditanda-tangani oleh Saya dan TN. USMAN EFENDI (Ketua Panitia Pembangunan Ruko) serta dihadiri dan disaksikan oleh :
-        Kepala Pemerintahan Desa Ancaran (waktu itu);
-        Ketua BPD Desa Ancaran (waktu itu),
(B – 01.01 s/d B - 01.04).

9.     Bahwa selanjutnya, berbekal kesepakatan yang dituangkan dalam AKTA NOTARIS dan surat-surat lain yang diperlukan, saya kemudian mulai melanjutkan proyek pembangunan ruko Ancaran.
Dalam perjalanannya, karena keterbatasan modal, setelah saya membangun 14 unit ruko dari rencana 57 unit; dan setelah saya melaksanakan kewajiban-kewajiban saya kepada Pihak Pemerintahan Desa Ancaran dan KUD HARAPAN TANI; setelah bahwa saya mulai dapat mencicil kewajiban pemberian ganti kerugian kepada PT MULTI TELEKINDO, sekira tahun 2004 pembangunan yang saya lakukan pun terhenti dan sampai saat ini belum dapat saya lanjutkan lagi (Bukti surat bahwa saya melaksanakan kewajiban kepada Pihak Panitia Pembangunan dan Pihak Pemerintahan Desa Ancaran, termasuk bukti mencicil kewajiban pembayaran kepada TN. CHEPPY selaku Pengembang sebelumnya ( B – 02.01 s/d B – 02.06 ).

10.  Bahwa atas hal tersebut, telah terjadi beberapa kali pembicaraan antara Pihak saya selaku PENGEMBANG dengan PIHAK PANITIA PEMBANGUNAN RUKO, tetapi belum juga ada titik temu.

11.  Bahwa akan tetapi tiba-tiba…
Sebagian dari kolom-kolom/ slup beton yang ada di komplek ruko Ancaran yang menjadi hak pengelolaan Saya, ternyata sebagian telah dibongkar orang ( pada sekitar Bulan Agustus 2011 ), dan besi-besinya hilang.
kemudian setelah saya telusuri, besi-besi bekas pembongkaran kolom-kolom/ slup beton di komplek ruko Ancaran tersebut ternyata telah dijual oleh TN. IING TOHIRADE (yang pekerjaannya sebagai Kepala Desa Ancaran) kepada Tukang Rosok, lengkap dengan tanda bukti kwitansi yang diberi cap/stempel Kepala Desa ( B – 03 ).

12.  Bahwa kemudian lebih parahnya lagi…
Sekira tahun 2011, tanpa ada permohonan ijin dari saya, tanpa ada penyelesaian dengan Pihak saya selaku Pengembang, ternyata pembangunan RUKO ANCARAN diteruskan oleh orang lain sedang nyata-nyata hak kelola saya atas areal ruko Ancaran baru berakhir tahun 2026; ( B – 04 ).
Sementara dulu pada waktu pembangunan dengan PT MULTI TELEKINDO terhenti, haruslah ada kesepakatan terlebih dulu antara SAYA YANG AKAN MENERUSKAN SEBAGAI PENGEMBANG, PIHAK PT MULTI TELEKINDO SEBAGAI PENGEMBANG YANG TIDAK DAPAT MELANJUTKAN, DAN PIHAK KUD HARAPAN TANI SELAKU YANG MEWAKILI PEMERINTAHAN DESA ANCARAN.

13.  Bahwa karena menurut pendapat saya yang awam hukum ini , “membongkar kolom-kolom/ slup beton yang menjadi hak pengelolaan dan atau penguasaan saya serta menjual besi-besi hasil dari pembongkarannya kepada orang lain tanpa seijin saya selaku yang berhak adalah merupakan perbuatan pidana “ pengrusakan dan pencurian” maka pada tanggal 22 September 2011 saya melaporkan hal tersebut kepada Polres Kapbupaten Kuningan. ( B – 05 ).
Hal ini karena menurut saya, negara kita sebagai negara hukum sehingga saya takut main hakim sendiri maka persoalan tersebut saya laporkan kepada yang berwewenang menanganinya.
Namun ternyata .....
Persoalan yang saya alami tersebut “ yang saya bayangkan “ dapat terselesaikan secara sederhana, cepat dan biaya ringan  sebagaimana yang didengang-dengungkan sebagai asas hukum, tertunda-tunda dan semakin berkepanjangan proses penanganannya.
Untuk lebih jelasnya, upaya serta proses hukum yang telah Saya lakukan tersebut saya uraikan dalam bagian kedua , sebagaimana terurai di bawah ini.



B.       PROSES YANG SAYA ALAMI DAN SAYA TEMPUH

1.     Pada tgl. 22 Agustus 2011, tepatnya sebelum saya lapor Polisi, saya sudah mengirim surat kepada Bupati Kuningan selaku Kepala Daerah agar memerintahkan kepada Developer yang membangun di areal ruko yang masih menjadi hak pengelolaan saya sampai tahun 2026, agar menghentikan sikap arogan dan tidak menghormati hukum, tetapi di lapangan tidak ada reaksi apapun; ( B – 06 )

2.     Pada tanggal 6 September 2011 saya mengirim surat kepada Pihak Developer yang membangun di areal ruko Ancaran yang menjadi hak pengelolaan saya tersebut agar Pihak developer menghentikan segala kegiatan illegal dan melawan hukum di areal komplek ruko Ancaran, karena pada pokoknya belum ada penyelesaian antara saya selaku Pengembang yang punya hak kelola sampai dengan tahun 2026 dengan Pihak Panitia Pembangunan dan atau Pemerintahan Desa Ancaran ( B – 07 ).

3.     Tanggal 22 September 2011 saya mengadukan persoalan Pengrusakan dan Pencurian atas bangunan di areal ruko yang menjadi hak pengelolaan saya tersebut kepada Penyidik Polres Kuningan lengkap dengan bukti-bukti dan atau petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan tindakan pengrusakan dan pencurian tersebut.
( B – 05 ).

4.     Tanggal 24 September 2011, saya menyampaikan surat kepada Kasatserse Polres Kuningan yang pada pokoknya meminta kepada Polres Kuningan agar segera melakukan penyitaan barang bukti (hasil pengrusakan dan pencurian) yang sudah ada di tukang rosok, berkaitan dengan pengaduan saya pada tanggal 22 September 2011, ( B - 08 ).

5.     Tanggal 3 Oktober 2011, saya mengirim surat lagi kepada Kasatserse Polres Kuningan, yang maksudnya menandaskan bahwa Perbuatan yang dilakukan oleh TN. IING TOHIRADE Dkk bukan sekedar pengrusakan, tetapi juga pencurian bahkan pencurian dengan pemberatan, ( B – 09.01; B – 09.02 ).

6.     Kemudian saya menerima surat dari Polres Kuningan tertanggal 4 Oktober 2011, perihal “Pemberitahuan Perkembangan hasil penelitian lapangan”, ( B – 10 ).

7.     Tanggal 12 Oktober 2011, saya mengirim surat kepada Kapolres Kuningan yang intinya “mohon kejelasan atas BARANG BUKTI BERUPA BESI-BESI HASIL PENGRUSAKAN KARENA DARI SDR. NURUDIN KATANYA SUDAH DIBAWA KE POLRES PADA SAAT DIA DI BAP, AKAN TETAPI TIDAK DIBERIKAN SURAT PENYITAANNYA
( B – 11 ).

8.     Selanjutnya karena saya merasa bahwa persoalan pengaduan saya sepertinya tidak ada kejelasan proses hukumnya,  maka pada tanggal 23 April 2012 saya memberanikan diri mengirim surat kepada Bapak Menteri Hukum dan HAM RI, memohon bantuan agar persoalan yang saya alami berkaitan dengan hak pengelolaan saya selaku Pengembang serta kasus pengrusakan dan pencurian di areal ruko yang menjadi hak kelola saya sampai dengan tahun 2026, ada kepastian hukumnya. ( B – 12.01;  B – 12.02 ).

9.     Alhamdulilah.....
Saya kemudian menerima surat dari Kemenkumham RI tertanggal 19 Juli 2012 yang intinya Kemenkumham RI mendorong agar kasus yang telah saya adukan/laporkan kepada Polres Kuningan dapat diselidiki dan apabila ada alasan hukum yang kuat untuk segera ditindaklanjuti sehingga ada kepastian hukumnya,( B – 13.1; B – 13.2 ).

10.  Selanjutnya, saya menerima surat dari Polres Kuningan tertanggal 23 Juli 2012 yang berisi tentang :”perkembangan hasil penyidikan atas pengaduan/laporan saya, bahwa Pihak Penyidik masih menunggu khabar dari Kejaksaan Negeri Kuningan apakah sudah bisa dinyatakan P-21 atau belum, ( B – 14 ).

11.  Tidak berapa lama kemudian, saya menerima surat panggilan dari Polres Kuningan tertanggal 3 Agustus 2012, agar saya menghadap kepada Penyidik untuk diperiksa sebagai SAKSI untuk kasus pengrusakan. ( B – 15 ).

12.  Tanggal 6 Agustus 2012, saya datang ke Polres Kuningan diperiksa sebagai SAKSI.

13.  Sehari kemudian, tanggal 7 Agustus 2012 saya mengirim surat kepada Penyidik Polres Kuningan yang pada pokoknya mengingatkan kepada Pihak Polres agar setiap tindakan penyitaan barang bukti atas kasus yang saya adukan/laporkan berkaitan dengan hak kelola saya selaku Pengembang dan pengrusakan serta pencurian di areal ruko Ancaran yang masih menjadi hak kelola saya tersebut, dilengkapi dengan adanya “Surat Ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat” ( B – 16 ).

14.  Tanggal 22 September 2012, saya menerima 2 (dua) buah surat dari Polres Kuningan, yaitu :
-        Surat Tanda Penerimaan atas barang yang disita ;
-        Berita Acara Penyitaan  ( B – 17; B – 18 ).

15.  Dan yang aneh lagi dalam proses hukum atas kasus ruko Ancaran ini adalah bahwa Sdr. NURUDIN sempat dijadikan  tersangka sebagai penadah dan ditahan lebih dari satu Bulan, akan tertapi Sdr. IING TOHIRADE yang menjual besi bekas pembongkaran di komplek ruko Ancaran dengan memberikan kwitansi yang di cap Desa Ancaran, bisa tetap menghirup udara bebas.  Kemudian dalam proses hukum di Pengadilan Sdr. NURUDIN statusnya berubah menjadi saksi saja… bukan Saya menginginkan Sdr. NURUDIN dijadikan sebagai tersangka, karena atas penahanan Sdr. NURUDIN Saya-pun merasakan sebagai hal yang bertentangan dengan rasa keadilan, bahkan ketika keluarganya datang ke rumah Saya, Saya membantunya mengirim surat kepada Kemenkumham, Dirjen HAM RI dan intitusi hukum terkait. Yang menjadikan Saya heran, kok bisa ya Sdr. NURUDIN dijadikan sebagai tersangka dan ditahan sampai lebih dari satu Bulan, kemudian di Pengadilan  tiba-tiba statusnya berubah menjadi saksi… hal seperti  inilah  yang Saya  atau mungkin siapapun  akan  menganggap aneh, sepertinya sudah tidak lagi berpijak pada rambu-rambu hukum… ( B – 19.1; B – 19.2 ).

16.  14 Maret 2013. Saya-pun menyampaikan pengaduan tindak pidana penyerobotan yang dilakukan oleh Developer Pasar Desa Ancaran di areal komplek ruko Ancaran… Akan tetapi karena Saya sudah menduga apabila bukan hal yang mudah untuk bisa mengadukan Developer pasar Desa Ancaran tersebut, maka pengaduan itu Saya buat tertulis yang tembusannya disampaikan kepada Kapolda Jabar dan Ketua Pengadilan Negeri Kb. Kuningan. Dan benar, empat hari Saya bolak balik ke Polres Kab. Kuningan untuk mengadukan Developer dimaksud, akan tetapi tidak mendapat kepastian…( B – 20.01; B – 20.02 ).

17.  Bahwa pendek kata...
Setelah sekira memakan waktu 1 (satu) tahun lebih  , pengaduan dan atau laporan saya pada tahun 2011, maka pada tahun 2013, perkara tersebut telah P-21 (berkas lengkap) dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kuningan serta kemudian diajukan ke persidangan di Pengadilan Negeri Kuningan, dengan terdakwan TN. IING TOHIRADE (yang pekerjaannya sebagai Kepala Desa Ancaran) karena Sdr. NURUDIN sendiri Tukang Rongsok yang membeli besi hasil dari pembongkaran di komplek ruko Ancaran yang sudah ditahan lebih dari Satu Bulan, ternyata statusnya berubah menjadi saksi saja…
Saya sempat berfikir....ada apakah dengan penangan atas pengaduan Saya ini ? akan tetapi bagaimanapun masih mending ada sedikit kemajuan terhadap penanganan kasus yang saya laporkan tersebut…

18.  Bahwa akan tetapi.....
Ternyata setelah sampai pada awal persidangan di Pengadilan Negeri Kuningan, Pengacara-pengacara TN. IING TOHIRADE segera meminta putusan sela karena Pihak kliennya bersama-sama TN. USMAN EFFENDI telah mengajukan gugatan perkara perdata kepada saya, dan kemudian majelis hakim mengabulkan putusan sela dari terdakwa dengan alasan :

“…bahwa obyek gugatan dengan dasar perjanjian kontrak kerja adalah sama dengan obyek pada pokok dakwaan jaksa penuntuk umum. Maka majelis menganggap bahwa perkara terdakwa lebih tepat termasuk dalam ranah/ruang lingkup  hukum perdata dan harus diselesaikan secara perdata….”   ( B – 21 ).

Karenanya  mandeg-lah pemeriksaan perkara pidananya.
Sehingga  TN. IING TOHIRADE yang adalah bekerja sebagai kepala desa Ancaran, yang telah melakukan pengrusakan/pencurian di areal ruko Ancaran yang menjadi hak kelola saya sampai tahun 2026, dihentikan pemeriksaannya sebagai TERDAKWA karena yang bersangkutan pada waktu yang sama MENGGUGAT SAYA SECARA PERDATA .

19.  Karena melihat proses hukum atas kasus ruko Ancaran ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, padahal siapapun tahu, bahkan Orang yang paling dungu sekali-pun; ‘ Bahwa tujuan dari proses hokum adalah untuk menegakan hokum dan keadilan…’ karenanya apabila sudah diketahui  bahwa para pelaku perbuatan pidan di komplek ruko Ancaran tersebut sudah bisa dipastikan akan lolos dari jeratan hokum, maka untuk tujuan apa proses hokum atas kasus ruko Ancaran tersebut diteruskan…?  Meskipun demikian Saya tetap menganggap bahwa aturan-aturan hukum ini benar…( meskipun dalam bathin diteruskan… amburadulnya…) dan pada tanggal 14 Pebruari 2013 Saya mengirim surat lagi kepada Bapak Direktur Jenderal Hak Azasi Manusia, perihal: TERNYATA PELAKU UTAMA TINDAK PIDANA DALAM KASUS RUKO ANCARAN TERSEBUT DAPAT LOLOS DARI JERATAN HUKUM…
( B – 22.01; B – 22.02; B – 22.03 ).
20.  Kemudian Sdr. IING TOHIRADE Kuwu Desa Ancaran telah menyampaikan statement yang dimuat dalam media online KUNINGANNEWS, bahwa saya terkesan melakukan pemerasan, dan bahwa Saya punya utang 100.000.000,- ( seratus juta rupiah ) kepada pemerintah Desan Ancaran/ Panitia Pembangunan ruko Ancaran, untuk menyelesaikan pembangunan Ruko, akan tetapi sampai saat ini tidak di bayar… atas FITNAH DAN PENCEMARAN NAMA BAIK tersebut telah adukan ke Polres Kab. Kuningan melalui surat tertanggal 08 April 2013. Yang tembusannya saya sampaikan kepada Dirjen Komnas HAM RI, di Jakarta dan Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Kuningan.
( B – 23.1; B – 23.2; B – 23.3; B – 23.4 )

Berdasarkan seluruh uraian di atas, yang didukung bukti-bukti kuat secara hukum, dengan penuh kerendahan hati saya memohon kepada BAPAK/IBU DI KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA agar dapat kiranya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1.       Berkenan  memeriksa atas putusan sela oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kuningan Jawa barat, dalam perkara pidana Nomor: 06/Pid.B/2013.PN. Kng.  Karena dari awal proses hukum atas kasus ruko Ancaran ini Saya banyak melihat keanehan-keanehan, yang mana hal ini sangat jelas mengindikasikan adanya factor X.

2.       Persoalannya menurut saya adalah :
Mengapa kasus pidananya dapat dihentikan dengan alasan bahwa sumber persoalan adalah PERJANJIAN, BUKAN PIDANA DAN SAAT INI TERDAKWA BERSAMA TN. USMAN EFENDI (KETUA PANITIA PEMBANGUNAN) SEDANG MENGGUGAT SECARA PERDATA KEPADA SAYA SELAKU PENGEMBANG KARENA ALASAN WAN PRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM.

menurut Saya yang awam hukum, dengan  menghentikan proses hukum atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa  sama halnya dengan mengabaikan fakta -fakta hukum yang ada,  mengabaikan “ azas praduga tidak bersalah “  serta membenarkan  perbuatan main hakim sendiri yang dilakukan oleh terdakwa,  kemudian berarti  tidak menghormati azas hukum, bahwa “ proses peradilan harus dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan…”  dan selain itu juga  tidak menghormati hak-hak individu… yang berarti pula bahwa di Negeri yang katanya mengaku sebagai Negara hukum ini,  akan tetapi pada kenyataannya tidak ada kepastian hukum…

Dan Sayatidak dapat membayangkan, jika atas perbuatan main hakim sendiri yang dilakukan oleh terdakwa  dan para pelaku perbuatan pidana di komplek ruko Ancaran tersebut  mendapat pembenar dari majelis hakim…
Dan betapa akan semakin amburadulnya tatanan hukum di Negeri ini apabila atas putusan majelis hakim tersebut dijadikan sebagai juris prudensi…?

Sedang Pihak Penyidik tentu tidak sembarangan mendudukkan seseorang sebagai Terdakwa apabila tidak ada alat bukti yang cukup dan beralasan kuat secara hukum.
Apabila memang persoalan pengrusakan dan pencurian atas kolom-kolom/ slup beton di areal ruko yang menjadi hak kelola saya sampai dengan tahun 2026 tersebut dianggap karena menyangkut ranah keperdataan, mengapa tidak dari sejak awal dikeluarkan SP 3 ???
Mengapa Jaksa berpendapat bahwa perkara dengan Terdakwa TN. IING TOHIRADE telah P-21 dan Jaksa telah berani mengajukannya ke persidangan dan mendudukkan TN. IING TOHIRADE sebagai Terdakwa ?

3.       Diperbolehkankah secara hukum dan undang-undang apabila seseorang itu main hakim sendiri sedang di sisi lain yang bersangkutan dalam kedudukan jabatannya terikat dalam suatu kesepakatan perjanjian di Notaris ?

4.       Menurut pendapat Saya selaku pencari keadilan proses hukum adalah dimaksudkan untuk menegakkan hukum dan keadilan, sehingga dengan putusan sela tersebut bisa dipastikan bahwa tujuan dari proses hukum atas kasus ruko Ancaran tidak akan tercapai, karena terhadap para pelaku perbuatan pidana dikomplek ruko Ancaran sudah bisa dipastikan akan bebas dari jeratan hukum…sehingga mengikuti proses hukum atas kasus perdatanya ini, Saya seperti menempuh suatu perjalanan yang panjang dan terjal, akan tetapi  tanpa tujuan…

5.       Apabila dipandang perlu, mohon Komisi Yudisial dapat memeriksa para hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pidana maupun perdatanya dalam kasus Ruko Ancaran Kab. Kuningan.

6.       Agar ada kepastian hukum, maka kami mohon kepada Komisi Yudicial dapatlah kiranya memerintahkan untuk menghentikan terlebih dahulu perkara perdatanya dari kasus ruko Ancaran ini, sampai ada putusan dari Komisi Yudisial tentang sah atau tidaknya putusan sela yang telah ditetapkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kuningan.

Demikian surat ini saya haturkan, dan saya lampiri pula dengan bukti-bukti pendukung yang saya miliki serta mohon dapat menjadi periksa adanya.

Kuningan,  09    April 2013.
Hormat saya,

TOTONG HERIAWAN




0 komentar:

Posting Komentar