MASIH LAYAKKAH SISTIM HUKUM
SEPERTI INI DIPERTAHANKAN…?
Bahwa hak pengelolaan
Saya atas komplek ruko Ancaran di Kab. Kuningan Jawa barat, berdasarkan akta
Notaris sampai tahun 2026 tidak terbantahkan. Akan tetapi kemudian di areal komplek ruko Ancaran yang menjadi
hak pengelolaan Saya tersebut pada
sekitar Bulan Agustus 2011, terjadi banyak perbuatan pidana yang dilakukan oleh
Panitia pembangunan ruko/ pasar Desa Ancaran, Sdr. IING TOHIRADE Dkk, dan
Developer Pasar Desa Ancaran, yang antara lain:
·
Memindah tangankan atas hak
pengelolaan areal komplek ruko Ancaran oleh panitia pembangunan ruko/ pasar
kepada pengembang lain tanpa se ijin Saya selaku pemegang haknya.
·
Mendirikan pasar darurat dikomplek
ruko Ancaran oleh pemborong/ Developer Pasar Desa Ancaran, tanpa seijin Saya
selaku pemegang haknya.
·
Melakukan pembongkaran kolom/
slup-slup beton yang ada dikomplek ruko Ancaran oleh Sdr. IING TOHIRADE Dkk,
yang kemudian besi hasil dari pembongkarannya di jual kepada Sdr. NURUDIN (tukang
rongsok)
·
Mendirikan pertokoan di komplek ruko
Ancaran yang menjadi hak pengelolaan Saya.
Atas perbuatan pidana
yang mereka lakukan Saya mengirim surat kepada Bupati selaku kepala Deerah Kab.
Kuningan, akan tetapi diabaikan dan bahkan melakukan pembiaran terhadap
perbuatan pidana yang terjadi di komplek ruko Ancaran. Begitu pula halnya
dengan developer yang membangun pertokoan di komplek ruko Ancaran, setelah
dikirim surat dan diingatkan untuk menghetikan perbuatan pidana yang mereka
lakukan akan tetapi juga diabaikan, karena pembiaran oleh Bupati Kepala Derah Kab.
Kuningan atas perbuatan pidana yang
mereka lakukan dianggapnya sebagai
pembenar.
22 September 2011. Saya menyampaikan pengaduan ke Polres Kab. Kuningan dengan
Nomor: LP/B. 417/ IX/ 2011/ JBR. RES KNG.
Atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh Sdr. IING TOHIRADE Dkk dimana mereka
telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana dimaksud pasal 363 KUHP, yaitu
pencurian dengan pemberatan, yang ancaman hukuman maksimumnya diatas 5 Tahun, karenanya terhadap mereka
seharusnya dilakukan penahanan. Akan
tetapi dari awal Saya sudah banyak melihat keanehan-keanehan dalam proses
hukumnya, antara lain; penyidik “ kuekueh “ hanya menerapkan pasal
yang ancamana hukuman maksimumnya teringan saja, sehingga terhadap tersangka tidak bisa
dilakukan penahanan, meskipun Saya sudah mengirim surat dan
menyampaikan bahwa perbuatan pidana yang dilakukan oleh Sdr. IING TOHIRADE Dkk
bukan hanya pengrusakan, akan tetapi Pecurian dengan pemberatan sebagaimana dimaksud
pasal 363 KUHP. Karena jelas fakta hukumnya, ada perbuatan pengrusakan/
pembongkaran kolom/slup-slup beton, ada barang bukti berupa besi-besi hasil
pembongkarannya, dan ada kwitansi bukti penjualan besi-besi tersebut kepada
Sdr. NURUDIN ( tukang rongsok ) yang
kwitansinya di Cap Desa Ancaran. Kemudian Saya juga telah menyampaikan sesuai
yang diatur dalam KUHP “ Bahwa terhadap perbuatan pidana yang dapat
di ancam dengan beberapa pasal, maka harus
diterapkan pasal yang ancaman hukumannya terberat… “
Akan tetepi surat Saya
diabaikan saja dan penyidik tetap menerapkan pasal yang ancaman hukumannya
teringan saja.
Kemudian beberapa kali
Saya mengirim surat kepada Kasat serse Polres Kab. Kuningan, meminta agar
segera melakukan penyitaan barang bukti berupa besi-besi hasil pembongkaran
yang ada di Sdr.NURUDIN (tukang rongsok) karena dikhawatirkan akan hilang, akan
tetapi diabaikan. Kemudian Saya juga mengirim surat kepada Kapolres
mempertanyakan keberadaan barang bukti tersebut, juga diabaikan. Karenanya Saya mempertanyakan, apa
sesungguhnya yang dimaksud dengan : “…Kami siap melayani anda dengan cepat,
tepat, transparan, akuntabel dan tanpa imbalan…”…?
Ber-Bulan bulan tidak
ada kejelasan proses hukumnya, atas kasus ini Saya telah mengirim surat hampir kepada semua
intitusi hukum terkait akan tetapi pada
umumnya tidak merespon, nampaknya hal demikian sudah dianggap sebagai suatu
yang lumrah… hanya pernah ada surat dari Dirjen Komnas HAM yang ditujukan
kepada Kapolres Kab. Kuningan dan Saya mendapat tembusan suratnya, perihal: tindak lanjut atas pengaduan Sdr.
Totong Heriawan, yang intinya; “
Apabila apabila atas pengaduan Sdr. Totong Heriawan terdapat kebenaran
obyektif, maka agar ditindak lanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku
sebagaimana mestinya…”
Setelah adanya surat
dari Dirjen Komnas HAM, dari penyidik mulai terlihat ada langkah-langkah
menindak lanjuti pengaduan Saya, karenanya Saya melihat secercah harapan apabila atas pengaduan Saya akan ditindak
lanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku…akan tetapi lagi-lagi Saya melihat keanehan dalam proses
hukumnya… Sdr. NURUDIN (tukang rongsok) yang membeli Besi bekas bongkaran di
komplek ruko Ancaran dari Sdr. IING TOHIRADE dengan diberikan kwitansi
pembelian yang di Cap Desa Ancaran dijadikan sebagai tersangka dan ditahan,
sementara yang menjual besinya kepada Sdr. NURUDIN bisa tetap menghirup udara
bebas… akan tetapi penahanan Sdr. NURUDIN (tukang rongsok) mengusik rasa keadilan
masyarakat, sehingga banyak LSM-LSM yang mempertanyakan dan mendesak agar Sdr.
NURUDIN dibebaskan, akhirnya setelah ditahan lebih dari satu Bulan, Sdr.
NURUDIN-pun dibebaskan.
Hampir satu setengah
tahun atas pengaduan Saya baru bisa dilimpahkan ke Pangadilan, dan di
Pengadilanpun Saya melihat hal yang tidak kalah anehnya, antara lain; Sdr.
NURUDIN (tukang rongsok) yang sudah
dijadikan sebagai tersangka dan ditahan satu Bulan lebih sampai ke Pengadilan
statusnya berubah menjadi saksi saja… kepastian hukum macam apakah ini…? Sebegitu
tidak berharga-kah hak-hak masyarakat kecil, sehingga bisa dirampas begitu saja
tanpa ada kejelasan akan kesalahannya…? Dan keanehan lainnya, ketika kasus pidananya dilimpahkan ke Pengadilan,
terdakwa dan Sdr. USMAN EFFENDI melalui team pengacaranya menggugat Saya…
kemudian dalam eksepsi kasus pidananya
mengajukan permohonan putusan sela, dan atas permohonannya di kabulkan oleh
majelis Hakim, dengan pertimbangan; “…bahwa obyek gugatan dengan dasar surat
perjanjian kontrak kerja adalah sama dengan obyek pada pokok dakwaan jaksa
penuntut umum, maka majelis menganggap bahwa perkara terdakwa lebih tepat
trmasuk dalam ranah/ ruang lingkup hukum perdata dan harus diselesaikan secara
perdata…” Mungkin karena Saya bukan Orang hukum, sehingga sungguh Saya tidak
bisa mengerti bagaimana logika hukumnya
dengan amar putusan sela tersebut…
… karena menurut
pemahaman Saya dengan putusan sela tersebut berarti tidak lagi menghormati azas
praduga tidak bersalah dalam hukum, tidak menghormati hak-hak Individu, mengabaikan
azas hukum bahwa proses hukum harus dilaksanakan secara sederhana cepat dan
biaya ringan, serta membenarkan perbuatan main hakim sendiri, selain itu juga
berarti majelis hakim menganggap penyidikan yang dilakukan oleh penyidik di Polres dan di Kejaksaan adalah tidak
propesional, dan ironisnya lagi, dianggap demikian Jaksa penuntut umum-pun
menerima saja… Bayangkan bagaimana akan semakin
amburadulnya tatanan hukum di Negeri ini se andainya putusan sela ini dijadikan
yuris prudensi oleh Mahkamah Agung…? Karena memang seharusnya demikian apabila
ingin memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat …
12 Maret 3013. Saya menyampaikan pengaduan secara tertulis ke Polres Kab.
Kuningan, hal ini Saya lakukan karena sulitnya mengadukan tindak pidana
penyerobotan yang dilakukan oleh Developer pertokoan di komplek ruko Ancaran.
Empat hari berturut-turut saya bolak balik ke Polres, akan tetapi tidak dapat
dilayani, dengan alasan-alasan; harus ketemu dulu dengan kasat sersenya, harus
gelar perkara dulu, hari ke tiga saya dijanjikan atas pengaduan Saya akan ditangani oleh Wakanit Jatanras, akan
tetapi yang akan menanganinya baru lepas piket jadi diminta datang lagi
besok..keesokan harinya saya datang lagi ke Polres, akan tetapi Wakanitnya
belum datang, Saya telepon akan tetapi tidak diangkat-angkat, dan Saya SMS-pun
tidak dibalas.. akhirnya saya sampaikan saja pengaduan secara tertulus, akan
tetapi tidak ada tanggapan.
20 Mei 2013. Saya menyampaikan pengaduan lagi atas perbuatan pidana
pitnah dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Sdr. IING TOHIRADE terhadap
diri Saya, yaitu dengan menyampaikan statement yang dimuat di media online
KUNINGAN NEWS tertanggal Sabtu 16 Maret 2013.
Yang antara lain mengatakan; “ bahwa Saya pinjam uang kepada Pemdes Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah) yang sampai sekarang tidak dibayar, dan
beliau juga mengatakan Saya terkesan melakukan pemerasan…”
Meskipun cukup alot
akan tetapi akhirnya pengaduan Saya diterima juga dengan Nomor: LP/ 236 / B / V /2013 /RES KNG.
Kepada penyidik Saya
sudah menyampaikan, bahwa atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh Sdr. IING
TOHIRADE dapat dijerat dengan Undang-Undang ITE sesuai dengan yang diatur dalam
KUHP; “…Bahwa terhadap perbuatan pidana yang dapat dijerat dengan beberapa
pasal, maka harus diterapkan pasal yang ancaman hukuman maksimumnya terberat…”
akan tetapi lagi-lagi disini-pun penyidik keukeuh memilihkan pasal yang ancaman
hukumannya paling ringan saja, yaitu pasal 310 KUHP yang ancaman hukuman
maksimumnya hanya 9 Bulan… tentu bagi mereka yang berpikir akan bertanya-tanya,
mengapa dalam kasus yang terkait dengan
kasus ruko Ancaran ini penuh dengan misteri…? Ada apakah dibalik semua ini…? Serta hasil akhir dari ptoses hukumnya-pun
sudah bisa ditebak…
Mendapati kenyataan
seperti ini Saya ingin bertanya kepada
intitusi hukum terkait, praktisi/ pakar-pakar hukum, penyelenggara
Negara di Negeri ini, dan para wakil-wakil Rakyat; BAGAIMANA MUNGKIN PARA PELAKU
PERBUATAN PIDANA DI KOMPLEK RUKO ANCARAN YANG SEHARUSNYA DAPAT DIJERAT DENGAN
PASAL-PASAL YANG ANCAMAN HUKUMAN MAKSIMUMNYA DIATAS 5 TAHUN, AKAN TETAPI SEMUA DAPAT LOLOS DARI JERATAN HUKUM…? JIKA DEMIKIAN KENYATAANNYA MASIHKAH KITA
BERHARAP ADA KEBAIKAN DARI SISTIM YANG SUDAH SEDEMIKIAN AMBURADULNYA INI ? DAN MASIH LAYAKKAH SISTIM HUKUM SEPERTI INI
DEIPERTAHANKAN…?
Karenanya tidak
berlebihan jika ada yang menganggap Indonesia ini sebagai Negeri OUTO PILOT… yang
berjalan tanpa kendali…sebagaimana dalam program acara TV beberapa waktu yang
lalu… ( GEMPA KUNINGAN ).
0 komentar:
Posting Komentar