Searching...


Kepada Yth,
      Bapak Ketua Pengadilan Negeri Kab. Kuningan
      Bapak Kapolres Kab. Kuningan
      Bapak ketua DPRD Kab. Kuningan
      Bapak Bupati Kepala Daerah Kab. Kuningan
      Kabupaten Kuningan.

KASUS RUKO ANCARAN :
KEPADA SIAPA LAGI SAYA HARUS MENGADU…?

Assalamu’alaikum W.Wb.

Bukankah melakukan pembiaran atau menutup-nutupi kejahatan Sama halnya dengan turut serta dalam kejahatan tersebut ?  Karenanya jika kita masih mengaku-ngaku sebagai Negara hukum, tentu seharusnya kita merasa malu apabila ada perbuatan- perbuatan pidana yang sampai tidak bisa dipidana… karena meskipun masyarakat diam, akan tetapi saya yakin dalam diamnya  mereka sudah  maklum; mengapa dan ada apa dibalik semua itu…?  Atau mungkin benar  seperti yang disampaikan oleh Prof. Sahetapy dalam acara Indonesia Lawyer Club : “…bahwa kita ini  memang  sudah kehilangan kultur rasa malu dan rasa bersalah…”
Sehingga jika sudah demikian adanya, maka ini adalah merupakan suatu musibah bagi Bangsa dan Negri  kita ni…
========================================================================
Mendasarkan kepada akta Notaris yang dibuat di Notaris Marry Marlia, Sh. No. 19. Tertanggal, 20-6- 2001. Bahwa hak pengelolaan Saya atas areal komplek ruko Ancaran di Kab. Kuningan Jawa barat sampai dengan  tahun 2026 adalah  syah dan tidak terbantahkan.
Akan tetapi kemudian  pada sekitar Bulan Agustus 2011, terjadi perbuatan-perbuatan pidana di komplek ruko yang menjadi hak pengelolaan Saya tersebut, antara lain:

• Penitia pembangunan ruko ancaran memindah tangankan hak atas pengelolaan ruko kepada developer lain tanpa ada konpirmasi samasekali dengan Saya selaku pemegang Haknya.
• Dengan tanpa se-izin Saya, Pemborong / Developer pasar /pertokoan Desa Ancaran mendirikan Pasar darurat di komplek ruko Ancaran.
• Sdr. IING TOHIRADE dkk melakukan pembongkaran kolom-kolom / slup beton di komplek ruko Ancaran, yang kemudian besi-besi hasil dari pembongkarannya dijual kepada Sdr. Nurudin (tukang rongsok) yang ada di belakang komplek ruko Ancaran, dengan bukti penjualan berupa kwitansi  yang di cap Desa Ancaran.
• Kemudian dengan tanpa hak, developer pasar Desa Ancaran membangun pertokoan di areal       ruko Ancaran yang menjadi hak pengelolaan Saya.
• 20 Mei 2013. Saya juga telah menyampaikan pengaduan tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik terhadap diri Saya  yang dilakukan oleh Sdr. IING TOHIRADE melalui media online, akan sampai saat ini juga  tidak jelas proses hukumnya.

Atas perbuatan melawan hukum yang mereka lakukan di komplek ruko Ancaran,  Saya sudah mengirim surat kepada Bupati selaku kepala Daerah Kab. Kuningan dan para pihak terkait, untuk segera menghentikan sikap arogan dan melawan hukum di komplek ruko Ancaran. Akan tetapi diabaikan. Karenanya pada pada tanggal 22 September 2011 Saya menyampaikan pengaduan ke Polres Kab. Kuningan. Ber Bulan-bulan atas pengaduan Saya  tidak ada kejelasan proses hukumnya, meskipun Saya sudah mengirim surat hampir kepada seluruh intitusi hukum terkait, akan tetapi nampaknya kurang mendapat respon… mungkin hal-hal demikian sudah dianggap lumrah di Negeri ini.

Hanya pada tanggal 19 Juli 2012, ada surat Dirjen HAM kepada Kapolres Kab. Kuningan dengan No. HAM PH 04.03-1153, dan Saya juga mendapat tembusannya. Yang inti suratnya, bahwa “…Apabila atas informasi yang Saya sampaikan mengandung kebenaran obyektif, kiranya Saudara berkenan menindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku…”
Setelah adanya surat dari Dirjen HAM tersebut Nampak penyidik segera memproses pengaduan Saya, dan setelah hampir satu setengah tahun baru atas pengaduan Saya dapat dilimpahkan ke Pengadilan.

Kemudian Sdr. USMAN EFFENDI (ketua pembangunan ruko Ancaran) dan Sdr. IING TOHIRADE (erdakwa) melalui team pengacaranya menggugat Saya. Dan atas gugatan perdatanya tersebut mereka menyampaikan permohonan putusan sela atas kasus pidananya. Kemudian Majelis hakim Pengadilan Negeri Kab. Kuningan mengabulkan permohonan putusan sela-nya tersebut dengan pertimbangan: “…dihubungkan pengetahuan hakim yang menyidangkan perkara perdata No. 01/pdt.G/2013/Pn. Kng.
Usman Effendi Dkk melawan Totong Herianto (terdakwa termasuk penggugat ke dua) *)

 Catatan: disini ada kesalahan, yang seharusnya: USMAN EFFENDI dan IING TOHIRADE (terdakwa termasuk penggugat ke dua)  melawan TOTONG HERIAWAN selaku tergugat. *)  Bahwa obyek gugatan dengan dasar perjanjian kontrak kerja adalah sama dengan obyek pada pokok dakwaan jaksa penuntut umum. Maka Majelis menganggap bahwa perkara terdakwa lebih tepat termasuk dalam ranah/ ruang lingkup hukum perdata dan harus diselasaikan secara perdata.

Mungkin karena Saya bukan orang hukum, sehingga terus terang saya tidak bisa memahami bagaimana logika hukumnya jika perbuatan terdakwa dengan melakukan pembongkaran kolom-kolom/ slup beton diareal komplek ruko Ancaran yang menjadi hak pengelolaan Saya dan tidak terbantahkan, kemudian dianggap perbuatan tersebut masuk kedalam ranah hukum perdata…

Menurut hemat Saya :
 bukankah dengan putusan sela tersebut berarti Majelis hakim mengabaikan azas praduga tidak bersalah, mengabaikan azas hukum bahwa proses hukum harus dilaksanakan secara sederhana cepat dan biaya ringan, tidak menghormati hak-hak individu, membenarkan tindakan main hakim sendiri serta menganggap bahwa penyidikian di Polres dan kejaksaan adalah tidak propesional… (atas putusan sela tersebut Saya telah menyampaikan pengaduan kepada Komisi Yudisial).

25 Juni 2013. Majelis hakim memutus atas gugatan perdatanya, antaras lain ;
•  Menyatakan gugatan para penggugat tidak dapat diterima;………………………………………
• Menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini;…………………………………………………………………………………………………………………..

Dan karena atas putusan sebagaimana tersebut  para pihak  tidak melakukan upaya hukum serta telah lebih dari 14 Hari, maka artinya putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dan berarti pula bahwa akta Notaris No. 19, tanggal 20- 6- 2011 yang dibuat dihadapan Notaris Marry Marlia, Sh. Adalah Syah dan mengikat secara hukum.

Kemudian saya ingin menanyakan kepada Bapak ketua Pengadilan Negeri Kab. Kuningan dan kepada Bapak Kapolres Kab. Kuningan. Bagaimana hal-nya dengan perbuatan pidana yang terjadi dikomplek ruko Ancaran sebagaimana tersebut diatas…? Mengapa atas kasus yang sebetulnya sangat sederhana ini bisa mwnjadi sangat tidak sederhana dan bahkan tidak ada kepastian hukum…?

Bukankah melakukan pembiaran atau menutup-nutupi kejahatan Sama halnya dengan turut serta dalam kejahatan tersebut ?  Karenanya jika kita masih mengaku-ngaku sebagai Negara hukum, tentu seharusnya kita merasa malu apabila ada perbuatan- perbuatan pidana yang sampai tidak bisa dipidana… karena meskipun masyarakat diam, akan tetapi saya yakin dalam diamnya  mereka sudah  maklum; mengapa dan ada apa dibalik semua itu…?  Atau mungkin benar  seperti yang disampaikan oleh Prof. Sahetapy dalam acara Indonesia Lawyer Club : “…bahwa kita ini  memang  sudah kehilangan kultur rasa malu dan rasa bersalah…”
Sehingga jika sudah demikian adanya, maka ini adalah merupakan suatu musibah bagi Bangsa dan Negri kita  ini…
Wallohu alam bishowab,

Kuningan, 29 Juni 2013
Wassalam,


TOTONG HERIAWAN.
gempakuningan.blogspot.com
Tembusan disampaikan kepada Yth,
1.      Intitusi hukum terkait
2.      Para penyelenggara Negara di Negeri ini
3.      Para wakil- wakil rakyat.

4.      A  r  s  I  p  ……………………………………………..

0 komentar:

Posting Komentar