Searching...

KASUS RUKO ANCARAN :
TRIK-TRIK  APARAT HUKUM  UNTUK MELOLOSKAN 
PARA PELAKU PERBUATAN PIDANA
 DARI JERATAN HUKUM…

Kuningan (26/08): Apabila dalam proses hukum suatu kasus tidak dilaksanakan seasuai dengan hukum acaranya dan bahkan bertentangan dengan akal sehat, maka disitu adanya mafia hukum… karena mafia hukum itu (ma'af) seperti  “ kentut “, tidak  bisa dilihat dan dibuktikan keberadaannya, akan tetapi bisa tercium baunya… dan  jujur saja, disini saya atau mungkin siapapun yang mengikuti proses hukum dalam kasus ruko Ancaran ini, akan mencium bau busuk  yang teramat sangat menyengat
=======================================================================
Meskipun permasalahan kasus ruko Ancaran ini sudah berkali-kali Saya sampaikan kepada para penegak hukum, kepada para penyelenggara Negara dan kepada para wakil-wakil rakyat yang  terhormat,  khususnya di Kabupaten Kuningan Jawa barat. Akan tetapi tidak ada salahnya apabila Saya sampaikan lagi kepada Bapak-bapak/ Ibu-ibu  yang mulia dan yang terhormat… Paling tidak untuk menjadi catatan;
Seperti inilah wajah hukum di-Negeri ini…  Para aparat hukum, para penyelenggara Negara dan para wakil-wakil rakyat khususnya di Kab. Kuningan Jawa barat,  melakukan pembiaran terhadap para pelaku perbuatan pidana, meskipun Saya sudah berkali-kali mengadukannya. Jika hal-hal demikian sudah dianggap lumrah, maka;  “…masih layakkah sistim hukum seperti ini dipertahankan…?  Masihkah kita berharap adanya kebaikan dari sistim yang sudah sedemikian amburadulnya ini ?...dengan kondisi seperti ini sebetulnya kita telah gagal… bahkan lebih parah lagi, karena kita tidak sadar-sadar bahwa kita telah gagal… sehingga kita tidak akan pernah  bisa berharap adanya perbaikan...karena  gagal dan sadar bahwa kita telah gagal,  adalah jauh lebih baik daripada gagal dan  tidak sadar-sadar bahwa kita telah gagal…

Sebetulnya kasus ruko Ancaran ini sangat sederhana dan fakta hukumnya-pun sangat jelas, akan tetapi apabila kemudian menjadi tidak sederhana dan tidak jelas,  maka hal tersebut mengindikasikan adanya factor X,  sehingga proses hukumnya  tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dan  permasalahan kasus ruko Ancaran ini dapat Saya sampaikan lagi sebagai berikut:Mendasarkan kepada akta Notaris yang dibuat di Notaris Marry Marlia, Sh. No. 19. Tertanggal, 20- 6- 2001. Bahwa hak pengelolaan Saya atas areal komplek ruko Ancaran di Kab. Kuningan Jawa barat sampai dengan  tahun 2026 adalah  syah dan tidak terbantahkan.Akan tetapi kemudian  pada sekitar Bulan Agustus 2011, terjadi perbuatan-perbuatan pidana di komplek ruko yang menjadi hak pengelolaan Saya tersebut, antara lain:
Penitia pembangunan ruko ancaran memindah tangankan hak atas pengelolaan ruko kepada developer lain tanpa ada konfirmasi samasekali dengan Saya selaku pemegang Haknya
. Dengan tanpa se-izin Saya, Pemborong / Developer pasar /pertokoan Desa Ancaran mendirikan Pasar darurat di komplek ruko Ancaran.
Sdr. IING TOHIRADE dkk melakukan pembongkaran kolom-kolom / slup beton di komplek ruko Ancaran, yang kemudian besi-besi hasil dari pembongkarannya dijual kepada Sdr. Nurudin (tukang rongsok) yang ada di belakang komplek ruko Ancaran, dengan bukti penjualan berupa kwitansi  yang di cap Desa Ancaran.
Kemudian dengan tanpa hak, developer pasar Desa Ancaran membangun  pertokoan di areal ruko Ancaran yang menjadi hak pengelolaan Saya.
20 Mei 2013. Saya juga telah menyampaikan pengaduan tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik terhadap diri Saya,  yang dilakukan oleh Sdr. IING TOHIRADE melalui media online KUNINGAN NEWS,  akan tetapi dalam kasus ini-pun penyidik memilihkan pasal yang ancaman hukumannya paling ringan saja  tidak mau menjerat dengan Undang-undang ITE, dan sampai saat ini juga  tidak jelas bagaimana proses hukumnya. 

Karena fakta hukumnya jelas, perbuatan pidana yang mereka lakukan juga sangat jelas, dan siapa-siapa saja para pelaku perbuatan pidana itu juga sangat jelas…  tentu dengan melihat fakta hukumnya sebagaimana tersebut diatas, maka siapapun akan menganggap jika kasus tersebut sangat sederhana, dan tidak ada alasan sama sekali bagi para pelaku perbuatan pidana yang rata-rata dapat dijerat dengan pasal-pasal yang ancaman hukuman maksimumnya diatas empat tahun tersebut, dapat lolos dari jeratan hukum.   Saya-pun pada awalnya berfikir seperti itu, akan tetapi ternyata kecele….Untuk mengadukan developernya sangat 
sulit  karena alasan yang macam-macam, antara lain, saya harus memiliki alat bukti berupa surat ( yang dipalsukannya ). Padahal jelas ada perbuatan pidana penyerobotannya (ada bukti pisik pertokoan di areal komplek ruko yang menjadi hak pengelolaan Saya),  Jika mau menindak lanjuti pengaduan  Saya 
seharusnya penyidik dapat memanggil Sdr. USMAN EFFENDI (selaku panitia pembangunan ruko/pasar Desa Ancaran) dan Developernya, dan dapat ditanyakan apa saja yang menjadi alas haknya sehingga mereka bisa memindah tangankan hak pengelolaan  Saya, kemudian developernya bisa mendirikan pasar darurat dan membangun  pertokoan di komplek ruko  Ancaran yang menjadi hak pengelolaan Saya? 

Apabila mereka tidak bisa menunjukan apa yang menjadi alas haknya, berarti terbukti tindak pidana penyerobotannya. Dan apabila mereka bisa menunjukan surat yang menjadi alas haknya mereka membangun pasar darurat dan pertokan dikomplek ruko Ancaran, maka dapat dipastikan jika surat tersebut adalah palsu, karena sampai saat ini Saya tidak pernah memindah tangankan hak pengelolaan atas areal komplek ruko Ancaran kepada pihak lain. Dan munculnya surat palsu tersebut tentu didasari oleh keterangan-keterangan palsu pula…

22 September 2011. Saya mengadukan Sdr. IING TOHIRADE Dkk.  Dengan No.Pol. : LP / B.417/ IX / 2011/ JBR/ RES KNG. Atas perbuatan pidana pembongkaran kolom-kolom/ slup beton di komplek ruko Ancaran, yang cukup bukti-buktinya, ada tindakan  pembongkaran, ada bukti berupa besi-besi hasil dari pembongkaran tersebut dan ada buktI berupa kwitansi penjualan besi hasil pembongkaran yang  di Cap Desa Ancaran.
Dengan pengaduan ini diharapkan dapat dikembangkan dan dapat menjerat para pihak yang terkait dengan tindak pidana di komplek ruko Ancaran. Akan tetapi lagi-lasgi Saya kecele…
Jangankan ada pengembangan dari penyidikannya, malah Penyidik hanya menetapkan seorang tersangka saja, dan itupun hanya menerapkan pasal pengrusakan/ pasal yang ancaman hukumannya ringan saja terhadap tersangka, sehingga cukup alasan untuk tidak me;lakukan penahanan,  meskipun Saya sudah mengingatkan, bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ( 1 ) KUHP; 

“…Jika suatu perbuatan termasuk dalam beberapa ketentuan pidana, maka hanyalah dikenakan satu saja dari ketentuan itu ; jika hukumannya berlainan, maka yang dikenakan ialah ketentuan yang terberat hukuman pokoknya…” Karenanya  Saya Yakin,  apabila atas pengaduan Saya dapat diproses secara hukum sebagaimana mestinya, maka akan banyak pihak yang bisa digiring ke hotel pordeo…

Kiranya cukup jelas aturan hukumnya, dan cukup jelas pula fakta hukumnya; rumusan delik sebagaimana diatur dalam pasal 363 KUHP (pencurian dengan pemberatan)  sudah sangat terpenuhi; 
Ada pengrusakan yang dilakukan oleh lebih dari satu Orang, ada barang bukti berupa besi-besi hasil dari pembongkaran /pengrusakan di komplek ruko Ancaran tersebut, dan ada bukti kwitansi penjualan besi hasil dari pembongkaran tersebut kepada Sdr. NURUDIN (tukang rongsok) yang di Cap Desa Ancaran 
Kemudian tentu  pertanyaan yang muncul; “…Mengapa penyidik tidak melaksanakan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-undang…?  Ini barangkali merupakan PR bagi para petinggi -petinggi hukum di Negeri ini, bagi para penyelenggara Negara dan bagi para wakil-wakil rakyat… Akan tetapi nampaknya hal-hal demikian khususnya di Kabupaten Kuningan Jawa barat, sudah diangggap lumrah… 

Dan mengenai barang bukti berupa besi-besi bekas pembongkaran di komplek ruko Ancaran, beberapa kali saya mengirim surat kepada kasat serse Polres Kab. Kuningan, agar segera dilakukan penyitaan barang bukti yang ada di Pak NURUDIN (tukang rongsok) tersebut, karena dikhawatirkan akan hilang, akan tetapi tidak ada tanggapan. Dan Saya-pun mempertanyakan soal keberadaan barang bukti dimaksud kepada Kapolres Kab. Kuningan, juga tidak mendapat tanggapan.

Ber-Bulan bulan atas pengaduan Saya tidak ada kejelasan proses hukumnya, dan Saya-pun sudah mengirim surat hampir keseluruh institusi hukum terkait, akan tetapi mungkin hal demikian sudah dianggap lumrah di Negeri ini, sehingga kurang mendapat respon.

Hanya pada tanggal 19 Juli 2012, ada surat dari Dirjen HAM kepada Kapolres Kab. Kuningan dengan No. HAM PH 04.03-1153, dan Saya juga mendapat tembusannya. Yang inti suratnya, bahwa “…Apabila atas informasi yang Saya sampaikan mengandung kebenaran obyektif, kiranya Saudara berkenan menindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku…” 
Setelah adanya surat dari Dirjen HAM tersebut Nampak penyidik segera memproses pengaduan Saya, dan setelah hampir satu setengah tahun baru atas pengaduan Saya dapat dilimpahkan ke Pengadilan.

Bertahun-tahun panitia pembangunan ruko Ancaran dan pemerintah Desa Ancaran tidak melakukan upaya hukum apa-pun atas terhentinya pembangunan ruko oleh Saya selaku pengembangnya, bahkan ketika Saya telah menyampaikan pengaduan ke Polres Kab. Kuningan. Hal tersebut mungkin karena mereka punya keyakinan jika kasusnya tidak akan sampai ke Pengadilan… kenyataannya memang hampir sekitar satu tahun atas pengaduan Saya mengambang dan tidak ada kejelasan. Setelah adanya surat Dirjen HAM RI, baru  proses hukumnya berjalan sampai dilimpahkan ke Pengadilan, setelah itu mereka baru membentuk team pengacara dan menggugat Saya. 

Kemudian mendasarkan pada gugatan perdatanya mereka mengajukan permohonan putusan sela dalam kasus pidananya, dan permohonan putusan sela-nya dikabulkan oleh majelis hakim,  dengan pertimbangan :Bahwa obyek gugatan dengan dasar surat perjanjian kontrak kerja sama, adalah sama dengan obyek pada pokok dakwaan jaksa penuntut umum. Maka majelis hakim menganggap bahwa perkara terdakwa lebih tepat termasuk dalam ranah/ ruang lingkup hukum perdata dan harus diselesaikan secara perdata.

Mungkin karena Saya bukan orang hukum, sehingga terus terang saya tidak bisa memahami bagaimana logika hukumnya jika perbuatan terdakwa dengan melakukan pembongkaran kolom-kolom/ slup beton di-areal komplek ruko Ancaran yang menjadi hak pengelolaan Saya, serta menjual besi-besi bekas pembongkarannya kepada tukang rongsok dengan diberikan kwitansi penjualan yang di Cap Desa Ancaran, kemudian atas  perbuatan tersebut dianggap masuk kedalam ranah hukum perdata…? Jadi jika demikian, apabila dalam kasus ruko Ancaran ini sampai ada bunuh-bunuhan-pun, maka majelis hakim akan menganggap-nya masuk kedalaam ranah hukum perdata..?.  Perjanjiannya iya, siapapun sepakat apabila dimasukan  kedalam ranah /ruang lingkup hukum perdata, akan tetapi perbuatan main bongkar, main jual apa yang statusnya masih menjadi hak Saya, atau main bunuh (misalnya) itu menurut hemat Saya adalah merupakan perbuatan pidana, karenanya tentu bagi siapa-pun putusan sela tersebut akan mwnimbulkan tanda Tanya; “…mengapa bisa demikian ?  Sehingga para pelaku perbuatan pidana tersebut semua bisa lolos dari jeratan hukum…? “

Menurut hemat Saya :
Dengan putusan sela tersebut berarti Majelis hakim mengabaikan azas praduga tidak bersalah, mengabaikan azas bahwa proses hukum harus dilaksanakan secara sederhana cepat dan biaya ringan, tidak menghormati hak-hak individu, membenarkan tindakan main hakim sendiri serta menganggap bahwa penyidikan di Polres dan kejaksaan adalah tidak propesional…

Dapatkah kita membayangkan, betapa akan semakin amburadulnya tatanan hukum di Negeri ini apabila putusan sela tersebut dijadikan sebagai yuris prudensi…? Yang pasti,  akan terjadi adanya ketidak pastian hukum di Negeri yang katanya mengaku sebagai Negara hukum ini… Sungguh meskipun Saya bukan Orang hukum, akan tetapi “… putusan sela ini Saya rasakan sebagai hal yang bertentangan dengan akal sehat…”

Karena gugatan perdata  baru diajukan oleh para penggugat setelah kasus pidananya diproses dan dilimpahkan ke Pengadilan …maka rasanya tidak berlebihan apabila timbul dalam pemikiran Saya;
“… Jangan-jangan gugatan tersebut hanya akal-akalan saja untuk menghindar dari jeratan pidananya saja… Akan tetapi dapatkah atas  perbuatan-perbuatan pidana sampai tidak bisa dipidana…? “ kalaupun bisa, maka hal itu  menunjukan  indikasi adanya mafia hukum dalam kasus tersebut… Terhadap adanya mafia hukum  memang sulit untuk dibuktikan, akan tetapi kita akan dapat melihat indikasi-indikasinya;

Apabila dalam proses hukum suatu kasus tidak dilaksanakan seasuai dengan hukum acaranya dan bahkan bertentangan dengan akal sehat, maka disitu adanya mafia hukum… karena mafia hukum itu (ma'af) seperti  “ kentut “, tidak  bisa dilihat dan dibuktikan keberadaannya, akan tetapi bisa tercium baunya… dan  jujur saja, disini saya atau mungkin siapapun yang mengikuti proses hukum dalam kasus ruko Ancaran ini, akan mencium bau busuk  yang teramat sangat menyengat…

25. uni 2013. Majelis hakim memutus atas gugatan perdatanya, antara lain ;
Menyatakan gugatan para penggugat tidak dapat diterima.
Menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.

Setelah lewat 14 Hari sejak putusan tersebut tidak ada lagi upaya hukum yang dilakukan oleh para penggugat, karenanya Saya anggap mereka telah menrima putusan tersebut. Kemudian melalui surat Saya mempertanyakan lagi kepada Ketua Pengadilan Negeri Kab. Kuningan dan Kapolres Kab. Kuningan tentang perbuatan pidanannya yang terjadi di komplek ruko Ancaran. Tidak lama setelah itu saya digugat lagi, kali ini para penggugat tidak menggunakan team pengacara, akan tetapi meskipun demikian melihat materi gugatannya Saya yakin gugatan tersebut dibuat oleh praktisi hukum… kemudian siapakah yang membantu mempersiapkan gugatannya…?.  Atas hal ini nanti akan Saya coba   tanyakan   pada rumput yang bergoyang….Atau mungkin putusan dari gugatan yang pertama itu  merupakan warning buat Saya; 
“…kami tidak akan  dipermasalahkan soal perdatanya, asal tidak mengotak-ngatik soal pidana-nya,  akan tetapi karna kamu mengungkit-ungkit lagi soal pidananya, maka kami gugat lagi perdatanya…” 

12 Agustus 2013. Saya mengirim surat kepada Kepala BPPT Kabupaten Kuningan, perihal:   
“Mohon diberikan salinan perijinan pembangunan pertokoan di komplek ruko Ancaran “ 
dan mendapat balasan surat, yang menerangkan :  “ … setelah dicari ternyata arsip surat dimaksud tidak ditemukan.,,  Yang berarti developer yang bersangkutan melakukan pembangunan pertokoan dikomplek ruko Ancaran tanpa mengurus lagi perijinannya.
Dengan demikian developer yang bersangkutan dan para pihak terkait terbukti telah melakukan tindak pidana penyerobotan. Dan kemudian apabila atas perbuatan pidana yang mereka lakukan tersebut pihak aparat hukum melakukan pembiaran dan bahkan  mutup-nutupi-nya,  maka bukankah hal tersebut ber-arti mereka telah turut serta dalam kejahatan dimaksud ? 

 Setelah mereka ( para penggugat ) berhasil merampas hak-hak Saya di komplek ruko Ancaran dan bisa lolos dari jeratan hukum,  maka melalui gugatan yang kedua ini mereka ingin merampas hak saya atas satu-satunya rumah tempat tinggal keluarga Saya… Jika aparat hukum telah  bisa membantu para pengugat hingga mereka bisa lolos dari jeratan hukum… apakah mereka juga akan membantu para penggugat untuk dapat merampas rumah Saya ?.... (gempakuningan).



0 komentar:

Posting Komentar